[Fiksi Uniek] Baju Bau Milik Ellina




Sudah beberapa menit ini Rio meyakinkan diri bahwa dia sedang tidak mengalami halusinasi. Suhu udara terasa normal meskipun sedikit panas. Tadi dia pun sudah meneguk minuman penyegar yang membantu tubuh agar tetap bugar dan tidak kacau konsentrasinya. Yeah, termakan iklan nih yeee…

Tapi kenapa ya bau itu tak kunjung hilang? Rio sampai memegang jidatnya, memastikan tidak ada sesuatu hal yang membuat sarafnya korslet. Iiiih.. bau ini sungguh merongrong jiwa dan raga.

Dipandangnya seluruh isi kamar kosnya. Perasaan dia tidak menyimpan apapun yang bisa menimbulkan bau mencurigakan itu. Diendus-endusnya semua sudut kamar hingga kelelahan. Lemas tak berdaya sekaligus frustasi, akhirnya Rio pun terkapar asal-asalan di tempat tidurnya

****

Ingatan Ellina kembali ke tiga tahun yang lalu saat dia mulai ‘jalan’ dengan Rio. Hmm… pacar atau bukan ya? Ellina sendiri tak yakin. Rio tidak pernah bilang ‘I love you’ padanya. Perhatiannya pun sekedarnya. Tetapi Ellina tetap merasakan ada sesuatu yang berbeda dari sikap Rio terhadapnya. Ah, jangan-jangan dirinya cuma GR aja ya. 

Ellina kenal Rio di kampus. Mereka menjadi dekat karena Ellina selalu sigap memberikan informasi tempat-tempat yang ditanyakan oleh Rio yang notabene adalah warga pendatang, bukan orang asli Semarang.

Ellina ingat sekali Rio yang semula tidak doyan makan lunpia itu mulai mau berakrab ria dengan makanan favorit Ellina. Lunpia goreng yang besar, plus saus manisnya yang kecoklatan dan potongan daun bawang yang kriuk kriuk nikmat itu, yummiii…. Serasa mau netes aja ih liur Ellina. Setiap kali melihat Ellina berkejap-kejap makan lunpia, Rio memandangnya dengan tatapan seperti melihat film horor.

Teringat kembali percakapan waktu itu

“Apa enaknya sih Lin makanan itu? Bau gitu,” sungut Rio

“Iiihh… kamu belum coba sih. Makanya dicoba dulu to,” sahut Ellina sembari menyodorkan sepotong besar lunpia ke depan muka Rio.

Rio hanya bisa bergidik melihat makanan yang selalu membuatnya merinding itu.

“Ayo dicoba duluuu… kamu terlalu curigaan deh.”

Demi melihat wajah E;lina yang kecewa dan tampak tersinggung, Rio pun akhirnya mengalah. Digigitnya cepat-cepat potongan lunpia yang tadi disodorkan Ellina. Segera ditelan dan diteguknya es teh yang ada di depannya. Syukurlah, lunpia itu sudah aman. Paling tidak Ellina tidak marah padanya. Sejujurnya, potongan lunpia tadi memang enak. Ada potongan udang yang gurih nempel di lidahnya. Not bad, lah. 

“Enak kan?” Wajah imut Ellina seperti menuntut jawaban iya.

“Iya.” Rio menjawab sekenanya saja.

“Iya apa terpaksa bilang iya?” cecar Ellina.

Dengan gemas Rio mencolek potongan lunpia yang masih ada di piring dan mengoleskan minyaknya ke hidung Ellina.

“Iya, Nona Cantik, enaaaakkkk…”

Mereka berdua pun akhirnya ngikik berjamaah.

Juga ketika Ellina menemani Rio makan mangut lele yang legendaris dan pedasnya nampol itu. Perut Ellina kurang familiar dengan pedas yang menggigit seperti itu, jadi akhirnya dia hanya nongkrong saja sembari minum es teh tawar kesukaannya. Berharap lain kali Rio tidak minta diantarkan ke situ lagi. Ellina malah membayangkan segarnya minum es gempol yang dijual di Pasar Johar. Panas terik yang selalu menaungi Semarang rasanya klop banget kalau ‘diguyur’ es nikmat dengan gurihnya kuah santan ringan itu.

“Ayolah Rio, cepetan dikit makannya, aku pengin beli gempol di Johar,” rengek Ellina.

“Lah itu udah minus es teh, masak mau minum es lagi. Ntar pilek loh,” jawab Rio sekenanya sembari memasukkan suapan terakhirnya. Lelenya gurih sekali. Mantep banget berpadu dengan selera pedas sesuai kesukaan Rio.

“Es teh kan cuma buat nemenin kamu aja. Ayo to buruaaan….”

Ellina masih ingat, semua orang yang sedang makan di warung mangut lele itu sampai terkekeh-kekeh geli saat Rio gugup. Mereka berdua tampak seperti pasangan yang sedang uring-uringan.

“Mbak lagi ngidam gempol to? Ayo Mas sana cepat dicarikan, kasihan dedek bayinya ntar ngiler loh,” celetuk seorang ibu di samping mereka.

Amit-amit jabang bayi, sampai kini Ellina masih teringat saja peristiwa itu.

*****

Ellina tak habis berpikir, kenapa hubungan manisnya dengan Rio bisa berada di ujung tanduk gara-gara KKN (Kuliah Kerja Nyata). Mereka berdua mendapatkan desa yang berbeda. Ellina di Pekalongan dan Rio di Rembang. Tiga bulan mereka tak saling berjumpa ternyata membawa pengaruh yang cukup merenggangkan hubungannya dengan Rio. Kata teman-temannya, di Rembang Rio malah punya gebetan baru.

Meskipun berusaha untuk tidak percaya, Ellina merasakan perubahan sikap Rio. Rio tak lagi mengajaknya berkeliling kota untuk kulineran. Tak lagi berburu kue Ganjel Rel yang mantap bikin tersedak, tak tenang lagi berdua-dua dengannya di lesehan Tahu Gimbal di seputaran Taman KB, bahkan tak pernah mengajaknya hunting foto di seputaran Tugu Muda dan Kota Lama.

Perubahan sikap Rio itu membuat Ellina kesal. Dia pun tak ingin merendahkan harga dirinya dengan meminta-minta Rio menemaninya. Dengan tekad kuat, Ellina merampungkan kuliahnya dengan segera dan mengirimkan lamaran kerja ke salah satu perusahaan cargo di Jakarta. Perusahaan itu sedang membutuhkan karyawan baru. Ellina telah direkomendasikan oleh salah seorang saudaranya yang bekerja di sana. Tanpa menunggu wisuda, Ellina meninggalkan kota kelahirannya dengan hati penuh luka.

****

Rio terbangun dengan seluruh tubuh basah bersimbah keringat. Dicobanya mengingat-ingat, apakah tadi dia sedang mimpi buruk. Sepertinya enggak tuh. Dilihatnya jendela kamar tidurnya yang belum tertutup. Pelan-pelan Rio bangun dan meraih handle jendela. Hmmm rupanya sudah malam nih, gelap banget.

Beringsut-ingsut dicarinya tombol saklar. Lho, dipencet kok tidak mau hidup lampunya. Bergegas dibukanya pintu kamar kosnya.

Wah, mati lampu rupanya. Pantas saja dia sampai keringetan. Kipas di kamarnya tak berputar.

Duuuh, mana nih senter, batin Rio. Pelan-pelan dia bergerak ke arah lemari. Diraba-rabanya permukaan meja tulis yang bersebelahan dengan lemari. Tangannya terus mengarah ke laci meja. Ditariknya pegangan laci dan tangannya meraba kesana kemari mencari benda yang dimaksud.

Eh, apa ini ya, kok ada tas kresek di laci. Aneh sekali, pikir Rio. Diambilnya tas plastik yang ternyata berisi sepotong baju. Terkuar bau yang sangat tidak sedap darinya. Pesing sekali. Rupanya inilah sumber bau yang sedari tadi mengganggu hidungnya.

Dengan kesal dibawanya bungkusan plastik tersebut keluar kamar dan dicampakkan dengan asal-asalan saja. Kesel banget, niatnya mau nyari senter malah ketemu baju bau pesing.

“Buset, siapa nih ngelempar gue. Mana bau lagi ini yang kena ke muka gue.”

Waduh, itu suara Dodi. Jangan-jangan tadi kena dia ya, batin Rio geli bercampur khawatir.

“Eh, maap Dod, enggak keliatan, gue kira tadi udah ngarah ke tempat sampah,” kelit Rio.

“Sampah sampah muke lo bonyok, ini tampang ganteng kok lo kira tempat sampah.”

Rio pengin terkekeh geli, tapi tak sampai hati. Memang dia yang salah, asal lempar saja.

“Iya, maapin ya Dod. Nih gue lagi nyari senter enggak ketemu dari tadi. Lo ada senter atau lilin gitu?” tanya Rio untuk mengalihkan kejengkelan Dodi.

“Gue ada emergency lamp di kamar. Ntar ya gue ambilin dulu,” jawab Dodi.

Dodi adalah salah satu dari sepuluh orang anak Jakarta yang merantau ke Semarang dan kuliah barengan Rio. Dodi anaknya ramah dan mudah bergaul, tak seperti Rio yang baru bicara bila orang lain mulai pembicaraan lebih dahulu. Dodi juga lah yang mengenalkannya pada Ellina.

Ah ingat Ellina hati Rio menjadi sedih. Ellina pergi bekerja ke Jakarta tanpa mengatakan sepatah katapun padanya. Rio tak mengerti apa yang terjadi. Ellina memang tampak mulai menjauh darinya selepas KKN dulu. Tapi Rio tak tau apa sebabnya. Dia hanya menebak Ellina sedang sibuk mempersiapkan ujian skripsinya saja. Maka diputuskannya untuk tak terlalu banyak menyita waktu Ellina seperti biasanya.

“Woiiyy Rio, nih ternyata yang elo lemparin tadi baju loh. Baju cewek pulak.”

Suara Dodi terdengar mengagetkan. Anak itu sudah tampak di muka pintu kamar kosnya, tangan sebelah kiri memegang emergency lamp, tangan kanan menenteng tas plastik yang tadi dilempar Rio keluar kamar.

Rio bangkit dari duduknya dan mengambil bungkusan plastik tadi. Dikeluarkannya baju cewek yang tadi disebutkan Dodi. Diingat-ingatnya baju siapa itu kok bisa ada di laci meja tulisnya.

“Ini kan baju Ellina, Dod. Kok bisa terdampar di laci gue ya,” ucap Rio keheranan.

“Mana gue tau, emang lo ngapain ama Ellina di kamar?”

“Muke gile lo, mana pernah gue bawa-bawa Ellina ke kamar. Lo kan tau sendiri gue ga pernah diapeli Ellina.” Darah di kepala Rio seakan mendidih mendengar tuduhan Dodi.

“Hahahaha….santai aja, my man, gitu aja marah lo. Gini, gue ceritain ya asal mula baju itu. Gue yang naroh baju itu di laci lo. Kapan hari Ellina memang datang ke sini, pas lo lagi pergi. Dia nitip bungkusan. Nah, pas itu kan lo lagi pergi hunting foto ke luar kota, padahal bungkusan itu isinya lunpia. Ya gue embat lah lunpianya. Nah, bungkusan lain yang ada di plastik satunya, gue jejelin aja di bekas bungkus lunpia tadi. Biar ringkes aja. Nah, baru kemarin gue inget kalau bungkusan itu seharusnya gue kasih ke lo. Gue jejelin aja deh ke laci meja lo.”

Omaigot, enteng sekali Dodi ngomongnya. Tega sekali dia tak menceritakan perihal kedatangan Ellina kepadanya.

“Lo gimana sih Dod, nih Ellina udah hampir sebulan ngilang dari kehidupan gue, pergi ke Jakarta ga pakai pamit. Tega bener lo ga cerita apa-apa ke gue,” sembur Rio.

“Wah, Ellina pergi ke Jakarta? Ya maap, sob, gue kan nggak tau urusan lo ama Ellina.”

“Lagian lo tahan banget sih ama bau bekas bungkus lunpia. Kan pesing, Dod,” lanjut Rio keheranan.

“Gue enggak nyimpen bungkusan itu di kamar. Gue taruh di rak sepatu belakang. Rak sepatu itu kan jarang gue sambangin. Makanya baru inget tadi, langsung gue ambil dan gue masukin ke kamar loe,” jawab Dodi innocent sembari terkekeh-kekeh geli.

“Nggak lucu, tau…” protes Rio.

Byaaarr… lampu pun tiba-tiba menyala. Dengan napas lega Rio segera menuju kamarnya dan mengunci dari dalam. Rasa kesalnya pada Dodi sudah mencapai puncaknya.

Dibukanya perlahan-lahan baju berwarna merah yang terlipat itu. Baju yang mungkin semula berbau wangi, namun kini sudah menjadi pesing gara-gara dibungkus dengan plastik bekas bungkus lunpia. Di antara lipatan baju itu ditemukannya secarik kertas.

Rio, maafin aku ya bila selama ini aku banyak salah. Mungkin sudah ada orang lain di hatimu sehingga akhir-akhir ini kamu menjauh dariku. Kata teman-teman, di tempat KKN kamu lagi dekat dengan seseorang ya? Aku tak berani menanyakan langsung padamu. Aku takut sakit hati. Ini baju hadiah darimu saat kita dulu jalan-jalan di Pasar Semawis. Baju encik-encik yang katamu akan lucu sekali kupakai. Aku tak sanggup menyimpan dan melihat baju itu lagi. Bye bye Rio, semoga kamu bahagia bersamanya. – Ellina.


Ya Tuhan, Ellina… kamu kok sok tau banget sih. Siapa yang bilang gue punya pacar baru. Di tempat KKN kan gue emang harus selalu barengan dengan mbak-mbak penyuluh lapangan dari kantor pertanian. Gue sedang bikin proyek pertanian bersama instansi tersebut. Kenapa kamu ga tanya langsung sih, malah menyimpulkan dengan ngawur begitu. 

Rio pun meratap sembari mendekap baju merah Ellina tersebut. Bau pesing yang terkuar dari baju itu pun tak dirasakannya lagi. Didekapnya erat-erat seakan ada Ellina di dalam baju itu. Bayangan Elina seakan-akan memerangkap akal sehatnya.




------------

Tulisan fiksi ini pernah dimuat di Kompasiana saat ikutan event ngefiksi bareng Fiksiana. Setting tempat masih menggunakan lokasi lama di Semarang, seperti penjual Gempol di Pasar Johar yang sekarang sudah entah pindah kemana. Dulu memang paling terkenal tuh penjual Es Gempol itu. 
Penyebutan Taman Indonesia Kaya pun masih ditulis dengan Taman KB, ikon taman di pusat kota Semarang dengan patung seorang ibu yang membawa 2 orang anak. 

Uniek Kaswarganti

Mom of two lovely kids, loves reading so much especially on fiction. She prefers listening Bobby Caldwell, Phil Collins, The Corrs and KLa Project while enjoying her loneliness.

30 comments:

  1. Aku kok rasa-rasanya familiar sama kisah ini. Serupa tapi tak sama. Huhuhu..

    Bagus Mbak Uniek ceritanya, thumbs up (y)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, serupa dengan kisah siapa kah mba? Daku penasaran. ;)

      Delete
  2. Wah lagi asik baca, kok abis begitu aja ceritanya Mbaa, huhu. Ada sambungannya lagi kaah. Aku tunggu yaa, pinisirin gimana selanjutnya antara Rio dan Ellina :D

    ReplyDelete
  3. Cewek emang gitu, sukanya menduga-duga sendiri. Terus si Rio akhirnya ke Jakarta gak tuh? #Penasaran

    ReplyDelete
  4. Udah langsung aja susul Ellina ke Jakarta. Biar dia gak makin salah paham hehehe. Kalau jatuh cinta memang gitu, ya. Baju bau pun gak dirasa :D

    ReplyDelete
  5. Hahaaa jadi ingat mbarepku. Harusnya sekarang dia KKN di Banyuwangi, pacarnya KKN di Temanggung. Tapi kebalik sih, yg curigaan cowoknya, anakku mah cuek aja. Dulu kalau ada rapat dg calon teman2 selokasi cowoknya selalu ngintil. Eh, gataunya gagal total, jadi KKN online.

    ReplyDelete
  6. Apalagi pisah tempat KKN ini pernah banget di dunia nyata tapi memang jadi salah persepsi. Btw wanita kan maunya dimengerti dan cemburuan, untung Rio tanggap kembali juga bersama.

    ReplyDelete
  7. aduuuh gmeees deeh kenapa sih ngga komunikasi nih berdua hehehe. Aku malah ngebayangin jalan - jalan ke sana - sini di Semarangnya mba Un..seruu

    ReplyDelete
    Replies
    1. btw akan ada lanjutannya ngga niiih Elina sama Rio. jadi penasaran juga lhooo mba Un

      Delete
  8. Aku salut sama kakak-kakak yang bisa menulis fiksi. Aku pengen bisa, tapi kok.....(nggak boleh bilang susah ya). Hehehe. Bagus ceritanya kak!

    ReplyDelete
  9. Wah baru tau Mba Uniek jago nulis fiksi, ayo Mba bikin buku. Mungkin novel gitu hihi

    ReplyDelete
  10. Kak Unieek...
    Akhirnya aku menemukan 1 hal yang sama dari cerita-cerita kak Uniek.
    Masalah komunikasi.

    Tapi,
    setiap orang kerap salah paham dan membiarkannya berlalu begitu saja tanpa meminta kejelasan.
    Dan ini begitu menyakitkan sehingga menimbulkan luka bila teringat kembali.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang itulah lessons to learnt. Berkomunikasilah. Permudah hidup dengan komunikasi yang lancar, jangan terlalu baper untuk sesuatu yang belum jelas. :))

      Delete
    2. Baca ini saya jadi kepikiran sama diri sendiri.
      Mungkin terlalu gampang baper sama hal yang ga jelas makanya mudah mangkel wkwkwkw

      Yuk nulis buku aja Mba Un, isinya kumpulan cerpen di atas salah satunya

      Delete
    3. Aah...iya sih kak...
      Aku sekarang kalau mau ngomong apa-apa, lebih baik ditahan dulu deeh..
      Soalnya saat ini ngomongnya virtual. Kalau gak pakai bahasa tulisan, ya...video call.
      Rentan banget salah paham.

      Delete
  11. Baunya pesing karena dibungkus pake plastik bekas lumpia. Ah, jangan-jangan efek rebungnya ituuu, haha

    Tapi kok ya sayang banget. Kenapa harus bekas gorengan, minyaknya susah ilangnya apalagi sampai bau gitu😁

    Apik mbak fiksinya. Kukira tadi review buku lho, ternyata cerpen

    ReplyDelete
  12. aku baca cerita mbak jadi inget kisah KKN horor yang viral itu loh mbaakk ..

    ReplyDelete
  13. Duh jadi bapaer bacanya.. Gemezzz sama Dodi yang lupa ngasi tau Rio soal baju Ellina!

    ReplyDelete
  14. Hmm cewek emang gitu sih
    Suka nyimpulin sendiri
    Jangankan yg blom ada hubungan udah nikah lama aja kadang penyakit ini suka kambuh... Pdhal yak diomongin aja gt yaa...
    Terlalu banyak mendengar tanpa klasifikasi bikin bahaya ternyata

    ReplyDelete
  15. Kukira bakal jadi cerita horor taunya gara-gara lumpia hahaha... Ku jadi bayangin makan lumpia goreng nih. Udah lama mamang yang suka jualan ga lewat. Padahal lumpianya gede dan enaaaak. Eh beneran bekas lumpia baunya bisa pesing gitu, Mak?

    ReplyDelete
  16. Mbak Uniek, aku bapeeer bacanya. Ihiks, jadi teringat kisah lama yang... asudahlah. Hehehe mirip tuh. Ke-GR-annya, ke-sok-tahuannya, dan rasa nyeseknya. Fyuh, kok bias hamper 23 tahun keingetan lagi kisah itu. Wkwkwkwk…
    Btw, ada ya kue Ganjel Rel? Kayak gimana tuh? Penasaraaaaan. Cari di Google ah :D

    ReplyDelete
  17. Waaa berasa muda lagi baca fiksi seperti ini aku tuh Mbak. Hehe
    Soalnya dulu emang sering galau-galau terus putus karena salah paham kayak Rio dan Ellina wkwk

    ReplyDelete
  18. Kali aja ada kelanjutan mba, Rio dan Ellina ketemu lagi gitu. Biar Rio jelasin, dan bisa barengan lagi ya.

    ReplyDelete
  19. Lanjut dong mbak... Penasaran deh kelanjutannya bagaimana? Ehehe

    ReplyDelete
  20. Duh gemes banget sih kelakuan dua sejoli ini kok bisa-bisanya lhooo..btw settingnya Semarang banget sihh Sukaa! Bikin lagi Mbaaak!

    ReplyDelete
  21. Betapa pentingnya yang namanya komunikasi yaa mbak. Ini cerita fiksinya pasti related banget sama kebanyakan orang. Jadi ingat diri sendiri, yang suka (eh kok suka, sering ding..) menduga-duga/berprasangka duluan. Heuheuheu

    ReplyDelete
  22. Tiap mampir ke sini ada cerita fiksi, selalu menarik karyanya Uniek.
    Mbok dijadikan kompilasi dalam satu buku, cetak sendiri saja, siapa tahu nanti ada yang mau nerbitin secara mayor :)

    ReplyDelete
  23. Yaahh ternyata pada salah paham. Sedih. Tapi bisa relate sih, banyak hubungan yang berakhir karena slaah paham gini. Keren mbak ceritanya.

    ReplyDelete
  24. Wah mbak uniek ternyata juga pinter buat cerita fiksi ya mbak, beneran multitalent nih hehe diteruskan mbak, jadi novel romance chicklit, pasti banyak yang suka

    ReplyDelete
  25. Seruuuu bacanyaa. Trus trus gimana kelanjutannya? Lucu juga ya hubungan antara Rio sama Ellina ini. Hahaha. Ada lanjutannya lagi ga Mbak? Aku pengen baca lagi, lumayan terhibur..

    ReplyDelete