A Rush Before Gettin' Married



Judul Buku  : Pre Wedding Rush

Penulis        :  Okke 'Sepatumerah'
Penerbit      :  Stiletto Book
Editor          :  Herlina P. Dewi
Layout Isi    :  DeeJe
Desain Cover  : Felix Rubenta
Proof Reader  : Tikah Kumala
Jumlah Halaman   : 204
Cetakan pertama  : Desemberr 2013
ISBN                   : 978-602-7572-21-8




Carpe diem, quam minimum credula postero


Frase Bahasa Latin di atas kurang lebih bila di-English-kan menjadi seize the day, trusting as little as possible in the next (day) / future. Kata-kata itulah yang selalu diingat Menina akan Lanang, lelaki serba 'tak punya rencana' yang meninggalkannya dulu dengan alasan mengejar passion. Lanang yang jenuh dengan pekerjaannya sebagai Production Manager di sebuah production house ternama di Jakarta, pergi menjauh darinya dan memilih untuk menghabiskan hidup di 'jalan' dengan memotret. Lanang beranggapan bahwa orang yang memiliki rencana adalah orang yang kurang percaya diri terhadap kemampuan survivalnya. Untuknya hidup itu seharusnya mengikuti arus saja.

Menina yang dulu hancur lebur saat ditinggal pergi, bertemu kembali dengan mantan kekasihnya itu sebelum acara lamaran. Dewo, lelaki yang sangat berbeda dengan Lanang, telah memintanya untuk pulang ke Surabaya agar keluarganya bisa segera melamar Menina. Dalam waktu dekat Dewo akan pergi ke Jerman karena mendapatkan beasiswa. Dewo ingin membawa serta Menina ke sana setelah menikahinya.

Dari Bandung, Menina naik kereta api menuju Surabaya bersama dengan Lanang. Bukan kebetulan. Lanang sengaja menawarkan perjalanan berdua terakhir kali sebelum Menina menikah. Lanang akan turun di Yogyakarta, sedangkan Menina akan melanjutkan perjalanan ke Surabaya. 

Pesona Lanang yang selalu membuat Menina tak bisa menolak, membuat perjalanan Bandung-Surabaya itu menjadi awal dari perubahan rencana hidup Menina yang telah disusunnya dengan rapi bersama Dewo. Lanang terlalu mempesona untuk ditolak ajakannya. Rencana semula hendak naik pesawat saja sudah berubah menjadi jalan darat menggunakan kereta api. Perjalanan belasan jam rela dihadapi Menina demi bisa bersam-sama dengan Lanang untuk terakhir kalinya.

Siapa yang menyangka dorongan impulsif Menina membuatnya ikutan turun di Yogyakarta, bukannya melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Lagi-lagi dia tak kuasa menolak ajakan Lanang untuk 'spend a night' di kota Gudeg itu.

Kacau semua rencana lamaran yang akan dihadapi Menina. Kebetulan saat dia menginap di Yogyakarta itu, gempa tektonik yang cukup dahsyat meluluhlantakkan kota tersebut di bulan Mei 2006. Menina memutuskan tinggal untuk sementara waktu di sana, bergabung dengan banyak relawan yang membantu para korban bencana alam. Konsekuensinya, dia harus selalu berdekatan dengan Lanang, yang jauh di lubuk hatinya memang masih meninggalkan pesona yang mendalam.

Lanang yang cuek dan tanpa rencana itu selalu membuat hati Menina kebat kebit saat di dekatnya. Dewo calon suaminya yang penuh pertimbangan, rapi dan kurang nyambung saat diajak bicara berada nun jauh di Surabaya sana. Justru di tengah gempa dahsyat yang mengerikan itulah Menina menghabiskan waktu bersama Lanang. Protes Dewo yang memintanya untuk segera pulang ke Surabaya tak diindahkannya. Justru Menina menganggap Dewo egois karena mementingkan diri sendiri, tidak berperikemanusiaan.

Dewo yang biasanya sabar pun menutup telpon dengan dingin. Tanpa kata 'I love you' seperti kebiasaannya. Pertanda apakah ini? Akankah hubungan mereka merenggang gara-gara Menina menghabiskan waktu bersama mantan pacarnya itu dibandingkan segera pulang menemui calon suaminya?


*****

Terus terang saya gemas sekali pada Menina. Jelas-jelas dulu dia ditinggal pergi begitu saja oleh Lanang, kok ya masih mau diajak ketemuan sebelum menikah. Malah pergi berduaan pula. Kelemahannya untuk tak pernah bisa menolak pesona lanang inilah yang bikin super duper gemeeesss....

Yang pertama saat diajak naik kereta api bareng. Menina dengan mudah memutuskan untuk mengikuti ajakan Lanang, padahal dia sudah berencana untuk membeli tiket pesawat agar segera dapat tiba di Surabaya. Yang kedua saat Menina memutuskan untuk turun di Yogyakarta saja mengikuti Lanang, padahal jelas-jelas Dewo calon suaminya akan menjemputnya saat tiba di Stasiun Gubeng Surabaya nantinya. Reaksi spontan Menina yang turun di Yogyakarta dalam detik-detik terakhir kereta akan melaju lagi itu, meskipun terlihat lebay, semakin membuat saya gemas. Nih cewek gimana sih, begitu protes batin saya :)

Yang ketiga saat Lanang mengajaknya ke Rumah Mitra Muda di kawasan selatan Yogyakarta. Menina sudah yakin betul akan segera melanjutkan perjalanan ke Surabaya. Tapi lagi-lagi dia kalah oleh kemampuan Lanang 'menghipnotis' keinginannya. Menina pergi ke rumah aktivitas remaja dan pemuda di dukuh tersebut, dimana Lanang bertemu dengan pasangan suami istri Sigit-Ayako yang menjadi pengelola tempat tersebut. Pasangan ini memberikan kesempatan kepada pemuda dukuh setempat untuk ikut dalam usaha membuat cindera mata khas Yogyakarta, dimana keuntungannya pun untuk para pemuda itu juga.

Jalinan kisah yang terus susul menyusul, baik itu flashback ataupun tidak, membuat saya tak sabar ingin segera menuntaskan buku ini. Saya jadi tau bahwa kedua tokoh utamanya, Menina dan Lanang, meskipun telah 'putus' bertahun-tahun yang lalu, namun masing-masing masih menyadari pesona yang dimiliki oleh mantan pasangannya. Kesukaan masing-masing pun masih terekam jelas di memori mereka. Terlihat saat mereka berdua bertemu tujuh tahun kemudian setelah kisruh rencana lamaran Menina. Di salah satu toko kue di daerah Braga Bandung. Lanang masih ingat es krim Peach Melba kesukaan Menina yang dulu sering mereka nikmati bersama saat masa kuliah.

Terasa berbeda sekali saat Menina berduaan dengan Dewo. Bahkan saat Dewo mengajaknya menikah. Tak ada suasana romantis yang dirasakan oleh Menina. Dia malah justru sibuk bertarung dengan hati kecilnya sendiri. Kaget diajak menikah saat hubungan kasih mereka baru berjalan sepuluh bulan. Antara tidak percaya dan belum siap, namun tak kuasa menolak. 


Kita sering nggak menganggap orang-orang terdekat sebagai anugrah. Kita anggap memang mereka seharusnya ada di sana. We take them for granted. Orang-orang tersebut baru akan terasa istimewa setelah kita kehilangan mereka - hal. 151
Di novel ini juga disuguhkan kenyataan hidup yang dialami banyak orang, tentang adanya rasa kurang menghargai orang terdekat. Perasaan kehilangan dan tak rela melepas orang tersebut baru menghampiri saat sang terkasih akan menjalani kehidupan baru tanpa ada kita lagi sebagai bagian penting dalam hidupnya. "Lo nggak rela gue nikah dengan Dewo?"  Pertanyaan itu terlontar dari bibir Menina saat ngobrol berduaan dengan Lanang di lokasi korban gempa. Dan Lanang mengakui bahwa memang dia tidak rela Menina menikah dengan Dewo. Bahkan secara terus terang dia mengatakan bahwa email Menina yang dikirimkan kepadanya saat memberitahu kabar rencana pernikahan sungguh membuatnya tertampar.

Di buku ini hanya ada dua kesalahan penulisan yang saya temukan. Yg pertama di halaman 159 pada kalimat : Terjadi keributan, warga sangat marah dan mulai memukuli pelaku, --> semestinya menggunakan tanda baca 'titik', bukan 'koma'. Selanjutnya di halaman 197 pada kalimat : Nggak tahu ada penempuan yang namanya kondom ya? --> seharusnya yang betul adalah 'penemuan'. 

Buku ini sangat menyenangkan saat dibaca. Untuk saya yang sudah menikah pun, wacana tentang adanya godaan sebelum menikah yang disebut sebagai goro-goro oleh ibunda Menina pun terasa menarik. Ada benarnya juga, akan selalu ada godaan atau gangguan saat pernikahan yang akan dijalani terasa belum mantap di hati. Bagi yang belum menikah, buku ini juga layak dibaca. Pernikahan itu cuma another stage of life. Ada kesulitan sendiri di setiap stage of life. - hal. 201. Jodoh itu harus diusahakan dan diperjuangkan. Jadi menurut saya, selama usaha dan perjuangan itu selalu diikhtiarkan, don't worry for the result :) 


Yang membuat saya terkesan dengan novel ini adalah endingnya yang tidak sesuai dengan harapan. Melihat judul novelnya, semula saya kira it will end in a way I thought. Wohoooo...ternyata tidak loh. Keren lah Okke 'Sepatumerah', kau berhasil menipukuuuu ;)

Uniek Kaswarganti

Mom of two lovely kids, loves reading so much especially on fiction. She prefers listening Bobby Caldwell, Phil Collins, The Corrs and KLa Project while enjoying her loneliness.

10 comments:

  1. Mak Unieeekk, aku juga sering baca2 blognya Okke... Tapii blum terbersit *halah* sedikitpun keinginan utk beli nih novel. Gegara baca review dari Mak Uniek, aku jadi pengin belanjaaa bukuuuu....

    ReplyDelete
  2. Mbaak, penasaran sama endingnyaaah :D

    ReplyDelete
  3. Huaaaa...sukses bikin penasaran endingnya mba;) *beli keburu ikut reviewnya gak yaaaaa

    ReplyDelete
  4. Inbox, ah. Nanya endingnya hehehehe

    ReplyDelete
  5. Penasaran ma endingnya... semoga bisa memiliki buku ini segera... :)

    *sukses kontesnya mbak*

    ReplyDelete
  6. suka sama quote di di depan.. selalu saya tulis di depan setiap jurnal saya..
    dan sepertinya buku ini emang keren... melipir ke toko buku ah :D

    ReplyDelete
  7. aduh endingnya gak bisa diceritain disini, ya? *langsung dilempar buku :p

    ReplyDelete
  8. Wohoo musti cepetan beli nih biar gak digantung rasa penasran :(

    ReplyDelete
  9. Kyaaa, penasaran sama endingnyaaa. Aku liat di sini ada bukunya, ntar liat lagi ah, kali aja masih ada

    ReplyDelete