Judul buku : 12 Menit
Penulis : Oka Aurora
Penerbit : Noura Books
Genre : Fiksi Indonesia
Genre : Fiksi Indonesia
Cetakan I : Mei 2013
Jumlah halaman : xiv + 348
ISBN : 978-602-7816-33-6
Dalam dua belas minggu ke depan, kita akan habiskan ratusan jam, siang dan malam, demi dua belas menit. Dua belas menit di Istora nanti.
Sungguh merinding membayangkan betapa besar usaha yang harus ditempuh demi bisa pergi ke Istora. Satu hal yang mungkin tak pernah terlintas dalam benak kita. Untuk apa harus pergi ke Istora segala? Demi apa? Pertanyaan ringan yang akan menghasilkan beragam jawaban dari hati yang sibuk mencari. Hati para tokoh dalam buku yang dipenuhi oleh para pemburu mimpi ini.
Si Tegar Penuh Cinta
Rene, perempuan berhati baja namun penuh cinta.
Saya beruntung sekali punya ayah yang mengizinkan saya jadi diri saya sendiri merupakan kalimat luar biasa yang diucapkannya di hadapan seorang ayah yang seakan membatu hatinya.
Hati Penuh Luka yang Terbalut Berjuta Cinta
Tara, gadis berbakat yang tiba-tiba terpagut pada kenyataan harus kehilangan hampir seluruh pendengarannya. Dia harus berjuang meraih asanya dalam bermusik dengan segala keterbatasannya ini. Tidak hanya melawan kondisi fisik, tapi juga menata hati yang penuh luka, penuh perasaan bersalah atas meninggalnya ayah tercinta dalam kecelakaan yang merenggut pendengarannya itu.
Si Sempurna Yang Kesepian
Elaine, gadis muda yang memiliki semua hal yang didambakan gadis sepantarannya. Cantik, pintar, kaya dan penuh talenta. Namun tak ada yang tahu di balik penampilannya yang sempurna itu, Elaine sangat mendambakan kehangatan kasih sayang. Dari ayah kandungnya.
Sang Penyendiri Peretas Cinta
Lahang, putra tetua suku yang harus berdiri di antara dua pilihan. Mengejar mimpi dengan meninggalkan satu-satunya belahan hatinya, ataukah melupakan mimpi dengan tetap berada di sisi cinta sejatinya.
Keempat tokoh di atas memiliki segudang perbedaan, baik dari sifat maupun latar belakang. Hanya satu kesamaan yang mereka miliki : kecintaan militan terhadap marching band Bontang Pupuk Kaltim. Ya, Rene yang sedari kecil tertarik pada drum, yang saat SMA aktif di marching band, penuh obsesi melanglang ke negeri Paman Sam untuk mendalami Music Education and Human Learning. Kecintaan dan prestasi yang ditunjukkannya dalam melatih marching band di Jakarta membuat klub Bontang Pupuk Kaltim bekerja keras untuk mendapatkannya sebagai pelatih mereka.
Ternyata tak semudah yang ada di bayangan Rene. Tipikal muda-mudi Bontang sangat berbeda jauh dibandingkan mereka yang ada di Jakarta. Para muda metropolitan yang bertipikal pengejar sejuta mimpi. Terbiasa keras dan tegas pada anak buah, Rene justru diaduk seribu rasa saat harus menghadapi anggota marching band yang dilatihnya di Bontang ini.
Penemuan tak terduga Rene pada Tara - si gadis dengan sisa pendengaran 10 hingga 20 persen saja - membawanya pada petualangan psikologi yang rumit. Belum lagi hadirnya personel baru, Elaine, si cantik yang punya bakat untuk melesat cepat. Ternyata di balik sejuta pesona yang dimilikinya, Elaine adalah gadis yang sangat merindukan kehangatan cinta ayah kandungnya. Ayahnya yang keturunan Jepang itu sangat kaku dan sangat memaksakan kehendak. Elaine dilarang keras untuk mengikuti Grand Prix Marching Band (GPMB) yang merupakan perhelatan tahunan akbar tempat marching band ternama dari seluruh Indonesia berlaga.
Belum lagi si Lahang, yang dalam tiga kali seminggu harus menempuh rute perjalanan yang luar biasa untuk mencapai stadion tempat latihan marching band. Melalui rawa-rawa dan sungai, harus menyebarang jembatan yang bagi orang normal merupakan hal tergila yang harus dilakukan. Namun tekad kuat Lahang lah yang membuatnya terus mengeraskan semangat berlatih meski penyakit bapaknya menjadi salah satu hal yang membuat pikirannya bercabang.
Kompleksitas karakter dan setting cerita ini sangat memikat. Kekuatan novel ini sungguh terasa di tiap-tiap babnya. Saling mengikat dan saling menguatkan. Tak jarang membuat air mata menitik saat tiba pada cerita pergulatan batin. Seperti pada halaman 90 hingga 92, saat Tara harus berdebat dengan Oma yang mengasuhnya. Bagaimana dia merasa ditelantarkan oleh ibunya yang lebih memilih kuliah S2 di Inggris daripada mendampinginya yang baru setahun ditinggal meninggal oleh ayah tercinta. Dijamin membuat pembaca novel ini menjadi berkaca-kaca.
Lika-liku cerita menuju berangkatnya tim marching band Bontang PKT itu ke GPMB di Istora merupakan pusat dari seluruh jalinan cerita novel ini. Secara apik Oka Antara menautkan pelbagai kejadian, pengkarakteran, dan penuturan situasi Bontang secara nyata.
Meski jauh dari genre horor, tapi novel 12 Menit ini benar-benar membuat bulu kuduk merinding saat tiba di halaman 262. Drama malam pelepasan tim marching band Bontang Pupuk Kaltim ditampilkan secara pekat oleh Oka. Kejadian memuncak saat posisi field commander atau pemimpin lapangan dipegang oleh seseorang yang duduk di kursi roda. Ya, dialah Ronny, field commander lama - yang baru saja mengalami kecelakaan - yang terpaksa harus turun ke lapangan karena Elaine - sang field commander baru - dilarang keras oleh ayahnya untuk mengikuti GPMB.
Bagaimanakah jadinya penampilan marching band dengan seorang field commander berkursi roda seperti Ronny? Bagaimana pula akhir novel yang menceritakan secara detail perjuangan mereka yang merasa 'kecil' untuk melaju melawan cadasnya ibukota? Temukan jawabannya dengan membaca lengkap novel 12 Menit ini. Pertarungan mengalahkan diri sendiri untuk menuju kemenangan seumur hidup. Vincero...
jreng....jreng....tambah deg-degan juga aku.....:D
ReplyDeletehahaa.. ngopo deg-degan Nung?
DeleteAku suka sekali novel ini mbak...
ReplyDeleteBagus banget menurutku.
Oya, aku baru tahu mbak Uniek punya blog khusus resensi buku
iya, sip tenan buku ini mb Reni, apalagi aku bisa compare cerita dengan kenyataannya, salah satu teman baikku dulu ada yg personil PKT.
DeleteIya nih mba, dipisah dengan blog pertama, biar bisa lebih fokus latihan ngresensinya hihiii...
Menarik sepertinya Mak Uniek :). Mau menggiatkan baca buku lagi ah.
ReplyDelete