Seberapa Jawa kah Diriku?

    Aneka jenis bacaan kini memang tersaji dengan mudah, memanjakan semangat baca kita. Mulai dari yang versi cetak sampai dengan yang digital. Mulai dari fiksi maupun non fiksi yang memperkaya khazanah pengetahuan pembacanya. Tak hanya orang dewasa saja, anak-anak pun kini memiliki variasi bacaan yang luar biasa membeludak. Ada novel, kumpulan cerpen, komik, majalah dan lain sebagainya.

    Nah, kalau bacaan berbahasa daerah, banyak juga kah? Sepertinya jawabannya 'tidak' ya. Hanya beberapa yang mampu bertahan hingga kini. Salah satu yang masih eksis dan tetap terasa 'manis' bagiku ya ini nih :
Panjebar Semangat no. 28/2013, koleksi pribadi



    Majalah berbahasa Jawa yang satu ini terbilang sudah tua usianya. Pertama kali terbit di tahun 1933, digunakan oleh salah satu pahlawan Indonesia, dr. Soetomo, untuk mendukung pergerakan kemerdekaan Indonesia. Slogan majalah pun tak berubah dari terbitan pertama kalinya. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (tercetak dalam huruf Jawa di bawah nama majalah). Sesanti alias slogan ini bermakna segala sifat keras hati dan angkara murka, hanya akan dapat terkalahkan oleh sikap baik, lembut hati dan sabar. Dalam sekali maknanya ya?

    Untukku pribadi, sesanti tadi pun tersirat dari tampilan sederhana kalawarti (majalah) ini, yang dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan berarti. Tetap sederhana baik dari segi pengolahan sampulnya hingga jenis kertas yang digunakan di dalamnya. Jauh sekali bila dibandingkan dengan edisi majalah-majalah lux lainnya.

    Namun justru di situlah kekuatan si Pangastuti tadi. Di balik kelembutan 'dandanan'nya itu, Panjebar Semangat (PS) mewartakan berbagai artikel yang tak kalah bermanfaatnya. Mulai dari pengetahuan tentang sejarah, kriminalitas, hukum, olah raga, tasawuf populer, kesehatan, dan bahkan rubrik yang dinamakan Gelanggang Remaja pun ada. Berisi tentang berita selibritis (hadeehh), tulisan kiriman pembaca dalam Ngarang Ajaran (belajar mengarang), cerita lucu (kiriman pembaca juga) serta pengetahuan tentang IT. 

    Untuk fiksinya majalah ini punya segudang tulisan menarik. Mulai dari Cerita Rakyat di halaman 2, Crita Sambung (cerita bersambung) di halaman 19, dilanjutkan oleh Crita Cekak (cerita pendek), Padhalangan (pewayangan), Taman Geguritan (syair atau puisi), dan Alaming Lelembut  (horor). Nah kategori terakhir tadi merupakan favoritku semenjak kecil, meskipun setelah membaca akan timbul rasa waswas, jangan-jangan di belakangku si lelembut sedang mengikuti *hiiyyy....lebay deh ah :)
    
ilustrasi pada artikel Alaming Lelembut di halaman 43. Ada yang faham arti dari caption-nya itu? ;)
     Dulu salah satu rubrik favoritku semasa kecil adalah maca aksara Jawa (membaca huruf Jawa). Rupanya sekarang sudah ditiadakan. Kita bisa belajar membaca tulisan Jawa yang disisipkan pada beberapa artikel. Sudah tidak menjadi satu rubrik khusus lagi rupanya. Aku pun kembali mencoba membaca secara terbata-bata tulisan Jawa ini :
tulisan Jawa di awal artikel yang sekaligus berperan sebagai nukilan cerita
    Waduh, serasa mbundhet alias tersimpul erat lidahku. Sudah lama sekali rupanya tidak mengakrabi tulisan Jawa yang semasa SD hingga SMP selalu menjadi target nilai 100 bagiku. Jaga image sebagai orang Jawa tulen lah dulu obsesinya hehehee... Kini setelah lama tak membaca huruf Jawa lagi, serasa kaku lidah dan kelu otak ini. Sebenarnya masih kerap berurusan dengan huruf Jawa sih, anakku yang baru saja naik kelas 4 SD kan sering minta diajarin. Namun untuk kelas-kelas awal SD, huruf Jawa yang digunakan masih yang sederhana. Adapun tulisan Jawa yang ada di gambar atas tadi sudah lebih kompleks lagi. Pada huruf Jawa juga dikenal huruf besar atau kapital. Yang bikin pening, tak semua aksara atau huruf ada versi kapitalnya. Hanya huruf-huruf tertentu saja yang ada. Apa saja itu? Duh, jangan sekarang dong, tambah ngelu iki :)  Monggo katuran sowan dumateng dalemipun mbah gugel :)

    Satu kelemahan dari majalah ini adalah tidak adanya daftar isi. Jadi saat kita mengingat-ingat suatu artikel menarik yang baru saja dibaca, harus sibuk membolak-balik halamannya hingga kucel. Namun selain kelemahan tadi, PS sudah oke lah content-nya. 

    Kembali mengakrabkan diri dengan budaya kita sendiri itu memang perlu. Tak perlu merasa malu, apalagi takut dikatakan tidak up to date sehingga kau galau. Halah, up to date iku opo, yang ngomong tau artinya nggak? Enggak kan. Ya sudah :D Hayuk tetap nguri-uri budaya kita sendiri melalui hal-hal kecil seperti membaca Panjebar Semangat ini. Murah meriah sembilan setengah (maksudnya harganya sangangewu setengah alias sembilan ribu lima ratus) namun mendapat pengetahuan bak air bah dan membuat hari-hari kian terasa cerah *tsaaahhh...


referensi : Wikipedia

Uniek Kaswarganti

Mom of two lovely kids, loves reading so much especially on fiction. She prefers listening Bobby Caldwell, Phil Collins, The Corrs and KLa Project while enjoying her loneliness.

29 comments:

  1. Maturnuwun resensi nya nggih mbak Uniek...:)
    Toooosss nggih, sy suka juga fiksi yg terakhir itu.....hihihihii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami sami itu sunda kan hehehe,,,,

      Delete
    2. apa di Sunda juga pake kata itu ya? yg jelas klo boso Jowo itu sami-sami memiliki arti setara dengan 'you're welcome' saat ada yg bilang 'thank you'

      Delete
  2. Whuaaa, majalahku dari kecil ini Mbak,heheheh
    Wah, jadi kangen rumah

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayo baca lagi, biar kangen rumah terus mb Prit :)

      Delete
  3. Hahaha, seberapa jawakah diriku?
    Ngaku orang jawa tapi lahir di Lampung, skrg tinggal di Serang. Waktu sekolah SD-SMP, yang dipelajari bahasa, aksara, dan budaya lampung :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. blasteran jawa-lampung-serang donk. saingan ya ama blasteran ambon-kepok xixixiii....

      Delete
  4. Keren yaaa moga2 majalah ini terus bertahan aamiin!

    ReplyDelete
  5. aamiin.. :) ayo yang mau langganan bisa hubungi saya.. #malah promosi.. sing dodol padahal ora fasih ngomong Jawa... meneh nulis JAwa.. aih lali kabeh wisan.. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. ayo mbak belajar lagi. lali kan berarti masih bisa diingat-ingat to ;)

      Delete
  6. senajan aku wong jowo, tapi nek kon moco boso jowo lan tulisan jowo langsung puyeng aku sob hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. nggih ampun puyeng to sob xixixiii...

      Delete
    2. la ora ngerti bener salahe sob.
      moso kaleh wong tuwo nganggo ngoko. dak di guyu bocah sob.

      Delete
    3. xixixiii...mosok kados mekaten sih sob? halah, malah sob2an ki piye to iki. nuwun sewu klo saya kurang sopan lho pak :D

      Delete
  7. Majalah wacanku jaman jik nom
    Joyoboyo aku yo seneng pwol
    Anak putu kudu sering moco majalah iku yo ben gak lali boso Jowo
    Matur nuwun dielingke
    Salam anget2 kuku soko kuto Suroboyo

    ReplyDelete
  8. Jadi inget almarhumah ibuku, ngefans sama Panjebar semangat dan satunya lagi Joyoboyo...

    jan joss artikele...

    ReplyDelete
  9. Meskipun aku ngga pernah belajar bahasa Jawa di sekolah, tapi tetep mak bahasa shari2 kalo di rumah ya pk jawa juga meski kecampuran indonesia juga siiih

    ReplyDelete
    Replies
    1. welah, aq sehari-hari malah boso jerman je :D *jejerkauman

      Delete
  10. wah,,kok aq gak tau ya majalah ini,,
    kalau majalah jawa aq taunya joyoboyo :)
    nice mbak infonya, semoga majalahnya terus diproduksi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sudah ada sejak 1933 lhooo... *malah kyk iklan jamu :D
      Mungkin tergantung tempat tinggalnya ya? klo di Jateng lebih populer PS

      Delete
  11. Kalau di Tanah Pasundan, ada Majalah Mangle. Alhamdulillah sampai sekarang masih ada dan saya pun masih suka membacanya. Saya ngerti meski bukan orang Sunda. Mungkin karena kebiasaan kali ya? ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, klo Bang Aswi yg bukan org Sunda aja ngerti bacaannya, masak saya yg asli org Jawa tdk rajin baca majalah berbahasa Jawa ya ;) apa kata duniaaaa...

      Delete
  12. Haaaa majalah Penjebar Semangat.. ini kan majalah yang saat kecil dulu saya baca dan pinjem dari tetangga depan rumah yang langganan. Ternyata masih ada tah? Ada juga satu yang bahasa Jawa, namanya Joyoboyo

    ReplyDelete
    Replies
    1. masih ada lho uncle, tetep eksis meskipun sudah tua dan sederhana penampilannya

      Delete
  13. wah saya orang jawa jg nih.. masih bisa lho baca aksara jawa honocoroko itu.. hehe, warisan budaya :)

    ReplyDelete